Ilmu dan Iman
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Berbahagialah bagi orang-orang yang
semakin bertambah ilmunya justru semakin bertambah keimanan-Nya kepada Sang
Pencipta. Semakin berilmu seseorang, maka semakin tinggi derajat dan tentu
akhlaknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ".... Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat" (QS. Al-Mujadalah : 11).
Selanjutnya, Rasulullah
Shallahu'alaihi wa Sallam bersabda: "Tuntutlah ilmu, sesungguhnya
menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla, dan
mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah.
Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat
dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan
di akhirat."

Iman memberi cahaya pada jiwa,
disebut juga pada moral, sedang ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman
dan Ilmu membuat orang jadi mantap, agung, walau tidak ada pangkat dan jabatan
yang disandangnya, sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya sendiri.
Pokok hidup utama adalah Iman dan
pokok pengirimnya adalah Ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya
terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala, padahal
mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebaliknya orang yang berilmu saja tanpa disertai iman,
maka ilmunya itu dapat membahayakan dirinya sendiri ataupun bagi sesama
manusia. Ilmu manusia tentang atom misalnya, alangkah penting ilmu itu kalau
disertai iman, karena dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh manusia.
Tetapi ilmu itupun dapat digunakan orang untuk memusnahkan sesama manusia,
karena jiwanya yang tidak terkontrol oleh iman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Belajar dari Negeri Sakura
Enam hari setelah bom atom
dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, Jepang menyerah tanpa
syarat pada Perang Dunia II (1942-1945). Kaisar Hirohito (bertakhta 1926-1989)
berupaya membangun kembali bangsanya yang sudah porak poranda itu. Ia
memerintahkan menteri pendidikannya untuk menghitung jumlah guru yang tinggal
dan masih hidup.
Satu sumber menyebutkan jumlah
guru yang tersisa di Jepang pada saat itu adalah sebanyak 45 ribu orang. Sejak
itu, Kaisar Hirohito gerilya mendatangi para guru tersebut dan memberi perintah
juga arahan. Rakyat Jepang saat itu sangat menjunjung titah dari Kaisar.
Mengapa pada saat itu Kaisar
Jepang lebih mementingkan jumlah guru daripada jumlah perusahaan atau jumlah
pabrik yang tersisa? Itu artinya, Kaisar Jepang lebih tahu mana yang lebih
menjamin kehidupan rakyatnya. Dengan ilmu yang dimiliki para guru tersebut,
lihatlah kondisi Jepang sekarang. Setelah pengebomam yang menyakitkan itu, kini
Jepang menjadi negara maju dari berbagai sisi.
Namun tak cukup hanya dengan ilmu
saja, hiasilah keilmuan dengan keimanan kepada yang Maha Esa Allah Subahanahu
wa Ta'ala. Dengan demikian diri dan jiwa kita akan selalu dekat dan selalu dinaungi
perlindungan Allah SWT.
"Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." (Qs. al-‘Alaq: 1)
Wallahu'alam Bishowab
*Dari Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar