Minggu, 15 Mei 2016

Ilmu dan Iman

Ilmu dan Iman adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Berbahagialah bagi orang-orang yang semakin bertambah ilmunya justru semakin bertambah keimanan-Nya kepada Sang Pencipta. Semakin berilmu seseorang, maka semakin tinggi derajat dan tentu akhlaknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ".... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (QS. Al-Mujadalah : 11).

Selanjutnya, Rasulullah Shallahu'alaihi wa Sallam bersabda: "Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat."

Ilmu  yang kita miliki tentunya harus dimanfaatkan untuk orang banyak. Ilmu yang dimanfaatkan akan menjadi amalan yang pahalanya tiada terputus walaupun kita sudah tiada di dunia. Rasulullah Shallahu'alaihi wa Sallam bersabda :"Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan doa anak yang sholeh."(HR. Muslim No. 1631).

Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral, sedang ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan Ilmu membuat orang jadi mantap, agung, walau tidak ada pangkat dan jabatan yang disandangnya, sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya sendiri.

Pokok hidup utama adalah Iman dan pokok pengirimnya adalah Ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala, padahal mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebaliknya orang yang berilmu saja tanpa disertai iman, maka ilmunya itu dapat membahayakan dirinya sendiri ataupun bagi sesama manusia. Ilmu manusia tentang atom misalnya, alangkah penting ilmu itu kalau disertai iman, karena dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh manusia. Tetapi ilmu itupun dapat digunakan orang untuk memusnahkan sesama manusia, karena jiwanya yang tidak terkontrol oleh iman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala

Belajar dari Negeri Sakura
Enam hari setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, Jepang menyerah tanpa syarat pada Perang Dunia II (1942-1945). Kaisar Hirohito (bertakhta 1926-1989) berupaya membangun kembali bangsanya yang sudah porak poranda itu. Ia memerintahkan menteri pendidikannya untuk menghitung jumlah guru yang tinggal dan masih hidup.

Satu sumber menyebutkan jumlah guru yang tersisa di Jepang pada saat itu adalah sebanyak 45 ribu orang. Sejak itu, Kaisar Hirohito gerilya mendatangi para guru tersebut dan memberi perintah juga arahan. Rakyat Jepang saat itu sangat menjunjung titah dari Kaisar. 

Mengapa pada saat itu Kaisar Jepang lebih mementingkan jumlah guru daripada jumlah perusahaan atau jumlah pabrik yang tersisa? Itu artinya, Kaisar Jepang lebih tahu mana yang lebih menjamin kehidupan rakyatnya. Dengan ilmu yang dimiliki para guru tersebut, lihatlah kondisi Jepang sekarang. Setelah pengebomam yang menyakitkan itu, kini Jepang menjadi negara maju dari berbagai sisi.

Namun tak cukup hanya dengan ilmu saja, hiasilah keilmuan dengan keimanan kepada yang Maha Esa Allah Subahanahu wa Ta'ala. Dengan demikian diri dan jiwa kita akan selalu dekat dan selalu dinaungi perlindungan  Allah SWT. 

"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan." (Qs. al-‘Alaq: 1)

Wallahu'alam Bishowab 

*Dari Berbagai Sumber